Jumat, 14 Agustus 2009

Pembahasan QS Al Maidah ayat 6 - 12

BERWUDHU

Ayat 6 :

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai kesiku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci), usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur”.

Wudhu dikaitkan/difahami dengan keimanan; yaitu dibalik wudhu ada nilai syariat yang besar maka harus mendapat perhatian, janganlah dikerjakan jika hendak salat saja, tapi dalam waktu yang lama. (misalkan waktu tidur usahakan tidur dalam keadaan suci).
Wudhu jika di fahami dalam tinjauan fikih; berwudhu wajib bagi orang yang akan salat, dan sunah jika orang yang ingin kondisinya selalu suci.
Pelaksanaan wudhu ada 3 kondisi:

  1. Oleh Ali bin Abi Tholib : tetaplah berwudhu walau dalam kondisi yang tidak batal
  2. Oleh Jabar bin Abdullah : tidak perlu berwudhu ketika hendak salat, jika wudhunya belum batal.
  3. Tidak berwudhu tapi diganti dengan masulkhuf (mengusap kaos kakinya), jika batal maka ia cukup mengusapkan air di khufnya (kaos kakinya). Rukshos ini agar tidak bolak balik wudhu, khuf ini digunakan setelah wudhu, jika batal cukup mengusapkan air di khufnya. Tapi ini cuma berlaku dalam 3 hari.

Barang siapa yang berwudhu walau masih suci maka wudhunya dicatat dalam 10 kasafah/khasanat. Kondisi dalam keadaan selalu berwudhu ini adalah untuk menjaga suasana ruhiyah dalam diri kita.

Secara fikih ‘jika kalian akan menegakkan salat maka basuhlah wajah kalian’ menunjukkan keharusan dan niat merupakan rukun dalam wudhu.

Dalam ayat ini tidak dibahas sunah-sunahnya maka berarti harus kembali ke hadist, misal berkumur, menghirup air, mencuci tangan 3 kali dll.

Orang beriman mempunyai kekhasan akan adzar/tanda wudhu dan akhlaqnya yang lain. Nanti di hari kiamat adzar wudhu akan terlihat sinarnya, sehingga di sunahkan oleh Rasulullah agar yang terbasuh dilebihkan. Jika membasuh sikut dilebihkan, kepala hendaknya diusap semuanya (walau dalam rukunnya boleh hanya sebagian), dalam rukunnya membasuh hanya sampai mata kaki maka hendaknya membasuhnya dilebihkan hingga kaki. Wajah adalah bagian terpenting hingga dijadikan yang pertama untuk dibasuh.

BA’IAH RASULULLAH SWT

Ayat 7 :

“Dan ingatlah akan karunia Allah kepadamu dan akan perjanjian-Nya, yang telah diikatkan kepadamu, ketika kamu mengatakan, “Kami mendengar dan kami menaati”. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha mengetahui segala isi hati.”

*Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu yang dimaksud adalah nikmat keimanan yaitu nikmat yang telah meyakini kebenaran islam seperti yang diungkapkan dalam Qs Al Hujurat ayat 7-8.

Kemudian dari nikmat iman itulah kita secara otomatis menerima syariatnya. Pemahaman ini begitu kuat, karena sebelum ayat ini di ungkapkan, tentang syariat-syriatnya adalah syariat tentang akad, makanan dan lain-lain. Kemudian juga nikmat tentang keberadaan Rasulullah saw di hati kita, sebagai pembimbing dalam memerinci syariat.

*Dan perjanjian yang telah kalian lakukan.... yang dimaksud perjanjian disini yaitu Ba’iah/perjanjian yang dilakukan antara Rasulullah dan para sahabat kemudian disebut Ba’iah Aqobah.

Ba’iah Aqobah isinya:
‘Siap mendengar dan taat’ yaitu; perjanjian akan mendengar dan mengikuti nabi dalam segala keadaan yang diikrarkan waktu ba’iah. Siap dan taat tersebut biasa berada dalam 4 kondisi
  1. Dalam kondisi suka
  2. Dalam kondisi tidak suka; seperti ketika para sahabat harus terjun perang badar
  3. Dalam kondisi mitaq (ba’iah itu harus mengalah terhadap dirinya). Seperti apa yang dialami oleh para sahabat dalam perang hudaibiyah. Dimana dalam perjanjian hudaibiyah banyak menguntungkan penduduk mekah, sementara penduduk Madinah harus dirugikan. Tapi para sahabat harus sabar.
  4. Ba’iah itu tidak boleh merampas kepemimpinan itu artinya harus tetap mempertahankan pemimpin yang dia ba’iah (tidak boleh makar, tidak boleh menggulingkan pemimpin yang telah di ba’iah)
Perjanjian ini dikawatirkan menimbulkan penyempitan pemahaman. Maka segala sesuatu dalam alqur’an harus dipahami secara umum. Pelaksanaan suatu ayat tidak boleh dibatasi oleh lafadz2nya saja akan tetapi harus dipahami secara umum.

Jadi tentang ba’iah /mitaq/perjanjian ini tidak hanya untuk perjanjian ayat ini saja, tapi berlaku semua perjanjian yang ada seperti :
  • Perjanjian Allah kepada manusia Al A’rof 172
  • Perjanjian antara orang-orang Yahudi yang harus mengikuti Rasulullah ketika Rasulullah diutus.
  • Perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara manusia itu sendiri misalnya; sumpah jabatan, maka otomatis hal ini mengikat.
BERLAKU ADIL

Ayat 8 :

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan jangan kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil. Berlaku (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan”.

*Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan kebenaran Allah SWT. Karena penegakan kebenaran itu selalu mengandung resiko, maka jangan sampai penegakan kebenaran itu mengikuti selera manusia. Tetapi harus sesuai dengan apa- apa yang dikehendaki Allah SWT.

*Bagaimana tatanan kehidupan masyarakat ketika tidak didasari. bilkistho’ walaayajr.. yaitu pada penegakan keadilan karena hukum Allah, maka kita bisa melihat sekarang bagaimana ancaman musibah terjadi.

*Dan janganlah kebencian kepada suatu kaum menjerumuskan kepada suatu dosa karena kaum tersebut berbuat tidak adil kepada mereka.

Dalam sejarah di abadikan bernama Qolbi bin Suraib, yang sedang mengadili Ali bersama seorang Yahudi. Disitu tampak bagaimana adil ditegakkan. Semetara Ali pada saat itu sebagai kalifah, si hakim memanggil Ali sebagai Yaa Amirul Mukminin, kepada Yahudi memanggil namanya saja. Kemudian Ali langsung menegur bahwa si hakim bersikap tidak adil dalam panggilan nama.
Waktu itu permasalahan bahwa baju besi yang dikenakan Ali adalah milik Ali, sedangkan orang Yahudi mengklaim baju besi itu miliknya, tapi Ali tidak punya bukti/saksi yang kuat, beliau hanya bisa mengajukan saksi anaknya, padahal saksi anak atau keluarga tidak boleh. Dalam hal tersebut si hakim memenangkan si Yahudi. Namun beberapa hari kemudian si Yahudi kembali ke pengadilan,dan mengatakan kekaguman dengan peradilan hukum Islam. Bahwa Islam mengakui hukum dzahir/fakta lahir sehingga dia mengakui bahwa baju tersebut memang milik Ali yang dia curi beberapa waktu lalu dan pada saat itu masuk Islam.

*Keadilan itu juga harus dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya dalam konteks bisa saja orang tua mempunyai kecintaan yang lebih kepada salah satu anaknya, akan tetapi kecintaan itu tidak boleh menjerumuskan orang tua untuk berbuat dosa dengan selalu berbuat tidak adil kepada mereka.
Keadilan itu lebih dekat kepada ketaqwaan dalam diri manusia. Karena dengannya manusia sadar bahwa Allah maha melihat & mengetahui segala isi hati kita.

Ketaqwaan itu tidak hanya dilihatkan dalam unsur ibadah faidzah saja tetapi harus ditunjukkan dengan ibadah sosial (Al-Baqarah 237). Contohnya bahwa ketaqwaan itu harus dapat dilihat dalam situasi suatu rumah tangga yang kondisinya kacau, yaitu saling menahan diri dan mengalah lebih dekat pada ketaqwaan.

AMPUNAN DAN PAHALA BAGI ORANG BERIMAN

Ayat 9 :

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (bahwa) mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang besar”.

*Menurut Ibnu Karsir
Bahwa ampunan dan pahala bukan semata-mata dari amal dan keimanannya, akan tetapi karena rahmat Allah semata. Tetapi kita harus ingat bahwa rahmat itu akan lahir dari keimanan & amalnya. Dan pada kenyataannya rahmat Allah sesungguhnya lebih besar daripada keimanan & amal manusia itu sendiri.

Misal : jika kita membaca 10 x tahlil setelah shalat dapat menghapus dosa walau dosa itu seluas buih di lautan. Yaitu walau hanya dengan beramal 10 x bacaan tahlil tapi kita bisa mendapatkan ampunan yang besar, ini adalah karena rahmat Allah pada kita.

BALASAN NERAKA BAGI ORANG KAFIR

Ayat 10 :

“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka”.

*Ayat ini lawan kata & makna dari ayat sebelumnya (ayat 9). Di satu sisi ini merupakan sunatullah. Pada kenyataannya dalam kehidupan nyata selalu kita dihadapkan pada orang-orang yang tidak sholeh dan adapula golongan yang sholeh.Peluang amal orang sholeh terhadap orang-orang kafir:
  • Bila memusuhi : Jihad
  • Bila mengajak : Dakwah
Mengajak orang yang dapat kita sadarkan kembali kepada Allah/bergabung menjadi orang sholeh cukup membuat seseorang mendapat maghfirah yang tidak terputus dari Allah.
Ayat 9 merupakan tuntunan untuk mensholehkan diri sendiri, & ayat 10 merupakan tuntunan untuk mensholehkan orang lain.

NIKMAT ALLAH AKAN RASA AMAN

Ayat 11 :

“Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah (yang diberikan) kepadamu, ketika suatu kaum bermasud hendak menyerangmu dengan tangannya, lalu Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah-lah hendaknya orang-orang beriman itu bertawakal”.

*Jika suatu kelompok ada yang menyakiti kita maka ingatlah bahwa Allah yang menahan mereka untuk tidak jadi menyakiti kita. Suatu ketika nabi beristirahat dibawah pohon dan meletakkan pedangnya diatas pohon. Datang seorang kafir mengambil pedangnya & mengarahkan pada rasul. Orang kafir itu bertanya : “Siapa yang dapat menahannya?”
Rasul menjawab : “Allah”. Kemudian rasul memanggil para sahabat dan menceritakan hal-ikhwalnya. Kemudian orang kafir Arab tersebut masuk Islam karena melihat akhlak Rasulullah SAW yang begitu baik (Rasul sama sekali tidak membalas orang Arab tersebut yang berniat membunuhnya).
Mengingatkan kepada kita: diantara kenikmatan hidup yang dibutuhkan manusia adalah keamanan dan yang memberi keamanan adalah Allah, sumbernya adalah ketaqwaan kepada Allah. Kalau mungkin suatu saat keamanan dicabut oleh Allah maka yang perlu kita evaluasi adalah ketaqwaan kita kepada Allah. Ketaqwaan harus menjadi ibroh/motivasi bagi kita agar mendapatkan keamanan/rasa aman.

KEPEMIMPINAN

Ayat 12 :

“Dan sungguh, Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan Kami telah mengangkat dua belas orang pemimpin diantara mereka. Dan Allah berfirman, “Aku bersamamu.” Sungguh, jika kamu melaksanakan salat dan menunaikankan zakat serta beriman kepada Rasul-rasul- Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, pasti akan Aku hapus kesalahan – kesalahanmu, dan pasti akan Aku masukkan kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Tetapi barang siapa kafir di antaramu setelah itu, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”

*Hubungan antara ayat 12 dengan ayat sebelumnya (7) adalah :
Sebagai salah satu kasus bahwa kita:
  1. Perjanjian yang ada di ayat 7 adalah perjanjian yang ada dilakukan Rasul di Ba’iah Aqobah.
  2. Yang kedua adalah perjanjian antar manusia dengan Rabbnya bahwa manusia mengakui bahwa Allah lah sebagai Rabbnya.
  3. Perjanjian kepada Bani Israel banyak sekali bentuknya seperti di Al Baqarah: 83
Untuk suksesnya Bani Israel dalam memenuhi perjanjian maka Allah mengangkat seorang pemimpin [penanggung jawab]. Naqib harus bertanggung jawab terhadap orang-orang yang di pimpin. Bani Israel itu terdiri dari 12 suku oleh karena itu perlu penanggung jawab/Naqib/pemimpin. Dalam pandangan syar’i Naqib fungsinya sebagai pemimpin kelompok maka dia harus di taati dan di posisikan sebagai pembimbing bukan sekadar formalitas.

Rasul ketika berdakwah (menerima orang-orang Anshor) juga menggunakan sistem ini. Ketika Rasul menerima orang-orang Anshor yang terdiri dari banyak suku, maka Rasul meminta 12 orang untuk dijadikan Naqib. 3 orang dari kalangan Aus, 9 orang dari Khorjoj.
12 orang itu sebelum di angkat sebagai pemimpin, memang posisinya sudah menonjol dikalangannya. Naqib-Naqib tersebut untuk mengadakan perjanjian dengan Rasul dengan point
“ Mereka siap masuk Islam dan membela Rasulullah SAW”. Kesetiaan para Naqib teruji saat terjadi perang Badar (perang yang tidak direncanakan). Dalam hal ini Rasul membuka majelis syuro untuk menyampaikan pendapat. Disini orang-orang Anshor tidak ada yang ikut, sedang orang-orang muhajirin siap ikut semua. Orang-orang Anshor tidak ada yang ikut karena perang Badar dilakukan diluar Madinah.

Surah Al Maidah ini membentuk karakter perjuangan bagi para sahabat, isinya penuh dengan kesetiaan dan persiapan. Dengan kata Naqib sesungguhnya kehidupan orang beriman itu berkah. Orang beriman harus ada Naqib. Kumpulan yang sementara saja dianjurkan ada Naqibnya, apalagi negara. Kumpulan orang beriman yang bersama yang ada Naqibnya maka Allah bersama mereka.

Ada 2 hal rombongan yang akan mendapatkan Ridho Allah SWT:
  1. Kumpulan yang benar-benar memiliki visi dan misi yang benar-benar diridhoi oleh Allah SWT, maka Naqibnya harus dipilih yang benar-benar taat menjalankan sholat, zakat, keimanan terhadap aturan Allah SWT.
  2. Tujuan tersebut benar-benar dilaksanakan yaitu janji-janji atau program/tujuan-tujuan Lillahita’ala nya [misi] itu benar-benar dilaksanakan [tidak dilalaikan].
  3. Kumpulan tersebut harus harus punya sisi program zakat dan infak. Zakat dan infak suatu rombongan/jamaah sifatnya wajib.
Tiga hal diatas adalah syarat dimana rombongan/kumpulan/jamaah dalam mendapatkan ridho Allah, ampunan dan surganya. Maka janji Allah adalah Allah akan memberi balasan hingga 700x lipat di tambah ampunan dan syurga. Tapi pinjaman pada Allah itu harus yang hasanah/ baik cara memperolehnya dan cara memberinya. Barang siapa kufur (menyalahi perjanjian) maka sebenarnya dia sudah keluar dari jalan yang lurus.

Menurut Imam Nawawi:
Dianjurkan bagi orang beriman untuk mempunyai perkumpulan dalam meraih amal sholeh.
Di dunia taatnya bersama-sama maka di akheratnya nanti juga Allah kumpulkan. Syetan itu lebih sulit mengganggu bagi orang-orang yang bersama/berjamaah.

DEPOK, Agustus 2009
RIS

Senin, 20 Juli 2009

AKAD MANUSIA TENTANG HAL YANG DIHALALKAN DAN YANG DIHARAMKAN

Pembahasan tema ini adalah merupakan kajian dari surat Al Maidah ayat 1 – 5

Ayat 1 :

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan “berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umroh). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai yang Dia kehendaki”.
*Dari Asma binti Yazid:
Sesungguhnya aku sedang mengendalikan unta Rasulullah ketika surat Al maidah ini diturunkan seluruh dari ayat-ayatnya.

*Pesan Aisyah RA kepada para sahabat :
“Bagi yang membaca surat Al Maidah, maka apa yang kamu dapatkan berupa hukum-hukum yang halal maka pertahankan kehalalannya, dan apa bila kamu menemukan hukum – hukum yang haram maka pertahankan pula keharamannya”.

*Pesan Abdullah bin Mas’ud :
Dalam setiap mendengar firman Allah ‘ Yaa ayyuhalladziina aamanuu ; ‘Hai orang-orang yang beriman’ pasti ada kebaikan yang diperintahkan atau ada ancaman, bahaya, atau keburukan yang dilarang.
“Yaa ayyuhalladziina aamanuu .....
juga sering dipahami oleh para ulama sebagai ungkapan yang spesial bagi para umat Rasulullah SAW.
Ayat 1 Al Maidah ini, tentang penuhilah semua akad-akad/janji-janji. Semua yang sudah kita akadkan dengan orang lain ataupun kepada diri sendiri seperti akad jual beli, akad pernikahan dll. Ibnu Abbas mengatakan semua yang diakadkan oleh orang-orang yang beriman itu di butuhkan komitmen/haruslah selalu komitmen.

Dan Zaid bin Azlam (musafir dari Madinah) berpendapat ada 6 akad manusia yang lazim:
  1. Akad dirinya kepada Allah yaitu berupa “Syahadat” atau berupa “sumpah”.Bagi orang beriman disarankan untuk tidak ‘bersumpah’. Jangan bersumpah dalam urusan-urusan kecil, karena akad tersebut (sumpah tersebut) sudah mengikat kepada Allah dan akan berurusan kepada Allah.
  2. Akad jual beli
  3. Akad pernikahan
  4. Akad jual beli budak
  5. Yang termasuk akad kita kepada Allah adalah tingkah laku yang dihalalkan dan yang diharamkan Allah.

Ayat 2 :


“ Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar Syi’ar-syi’ar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan mengganggu hadyu ( hewan-hewan kurban ), dan qala’id (hewan-hewan kurban yang di beri tanda), dan jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi baitulharam; mereka mencari karunia dan keridhaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas kepada mereka. Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksaNya”.

*Ketika suatu masyarakat sudah banyak yang tidak memenuhi akadnya kepada Allah dan RasulNya, tentang kehalalan dan keharaman suatu syari’at, maka akan terjadi suatu bencana dan akan mudah bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang islam dan orang-orang kafir juga mudah menguasai kekayaan orang-orang islam.

*Ayat 2 ini terkait dengan penghalalan terhadap binatang ternak sampai pada pembahasaan apakah binatang tersebut terjadi binatang ternak yang disembelih, kemudian di dalam perut induk binatang tersebut ada janin binatang, dan ketika induk binatang tersebut dibunuh otomatis janinnya juga mati, dan janin tersebut dihalalkan untuk di makan kecuali yang disebutkan pada ayat ke 3.

Allah menentukan hukum apa saja. Diri kita harus selalu dengan matsifah kita kepada Allah, bahwa Allah adalah maha penentu suatu hukum, dan hukum Allah sangat mutlak dan tidak bisa diakali dengan cara apapun.

Bagaimana sebaiknya kita menanamkan aqidah tentang ‘Allah maha menentukan hukum’ maka surat Al Maidah ini adalah sumber yang paling dominan dari Al Qur’an.
Satu saja hukum Allah telah diungkapkan dalam Al Qur’an, maka jangan sampai di tinggalkan, karena pasti bencana akan menimpa. Meninggalkan hukum-hukum Allah berarti pasti akan datang musibah. Dan orang-orang kafir pasti akan berupaya keras agar orang-orang beriman meninggalkan sedikit demi sedikit hukum-hukum Allah. Dan jangan pula melanggar syiar –syiar Allah dan juga yang di sampaikan oleh Rasullullah. Seperti urusan–urusan sepele contoh ngapain sih mesti siwak kan sudah ada sikat gigi, hal seperti ini yang telah melecehkan syiar-syiar Allah.

Syiar Allah juga termasuk apa saja yang dihalalkan dan dilarang Allah walaupun itu cuma masalah makruh. Juga jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram. (lihat QS At Taubah: 36). Harus ada upaya yang sangat keras dalam memperjuangkan agar jangan melakukan pelanggaran.

*Di bulan-bulan haram ini pahala dilipatgandakan bagi yang beramal sholeh, dan dosa-dosa dilipatgandakan pula bagi orang-orang yang berbuat maksiat. Karena bulan-bulan haram adalah bulan-bulan yang telah disakralkan oleh Allah yaitu ; Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab. Pensakralan adalah hanya disisi Allah, selain yang disakralkan oleh Allah tidak ada yang boleh disakralkan oleh manusia. Termasuk yang disakralkan oleh Allah adalah binatang Hadyu ( hewan-hewan kurban). Bulan Rajab sudah disakralkan/dihormati oleh orang-orang Arab bahkan sebelum turunnya ayat ini.
Jadi segala sesuatu tentang maksiat harus ditahan ketika di bulan rajab sebagai penghormatan kepada bulan rajab yang telah di muliakan oleh Allah.

*Jangan sampai kebencian kita terhadap suatu kaum menghalagi kita untuk tidak mengunjungi masjidil haram’.

*Dan tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan: Seseorang akan tertunda masuk surga apabila orangtuanya masih menyimpan rasa sakit/tersakiti olehnya. Dan dilarang tolong menolong dalam kemaksiatan/kejelekan, baik yang jelas-jelas haram atau menghilangkan keutamaan.

Hadist:
  1. Tolonglah saudaramu baik yang terdzolimi dan yang telah berbuat dzolim. Caranya kepada yang berbuat dzolim bagaimana? Yaitu ya dengan menghalang-halangi perbuatan dzolimnya, dll. 2. Mukmin yang berinteraksi dalam masyarakat dan sabar terhadap segala sesuatu yang ada yang terjadi pada masyarakat lebih baik disisi Allah dari pada orang yang tidak berinteraksi dengan masyarakat dan tidak bersabar kepadanya.
  2. Orang yang merintis atau membudayakan suatu kebaikan adalah yang sangat baik.
  3. Barang siapa mengajak keburukan maka ia akan mendapat keburukan dari semua orang yang mengikutinya sampai di hari kiamat.

Ayat 3 :


“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan diharamkan pula yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasib dengan azlam (anak panah), karena itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah aku ridhoi islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

*Ayat ke 3 ini merupakan tafsir dari ayat 1, tentang binatang yang diharamkan untuk di makan yaitu ; bangkai, darah, babi.


*Jika telah tahu jenis-jenis yang di haramkan maka, dalam melaksakan syari’at islam baik secara pribadi maupun jami’, harus komitmen dengan intinya syariat islam mana yang dihalalkan, dan mana yang diharamkan.

*Masalah halal haram sangat kuat kaitannya dengan kualitas iman seseorang, sehingga dengan kata Yaa ayyuhalladziina aamanuu.... (ayat 1-3). Dengan kata-kata itu maka hendaknya “ sami’na watho’na” .Dan berarti harus siap menerima hal yang di halalkan dan yang diharamkan.
Secara iman harus dipahami bahwa itu sebagai hak mutlak Allah SWT dalam menentukan halal haram. Jika manusia mengintervensi (halal,haram) hak mutlak Allah maka hal ini sebagi sirik.
Jika masalah penentuan itu sampai sebagai kebijakan dalam masyarakat maka menjadi sebuah kekufuran (lihat Qs. At taubah ayat 31).
Qs At Taubah ayat 31 ini mengecam orang-orang nasoro (tokoh agamanya mengharamkan yang dihalalkan Allah, dan menghalalkan yang diharamkan Allah, dan mereka mengikuti tokoh-tokohnya).
Pentingnya mengetahui hal haram ini menentukan kualitas hubungan dengan Allah. Orang yang perutnya diisi dengan yang haram maka doanya tidak akan terkabul, ibadahnya tidak khusuk dan sebagainya, karena itu kita harus hati-hati/waspada terhadap makanan haram.

Makanan yang diharamkan:

  1. Bangkai ; binatang yang mati dengan sendirinya bukan karena disembelih atau diburu. (dalam bangkai ada darah yang tidak beredar dengan baik sehingga berbahaya).Dikecualikan bangkai ikan. Bangkai ikan dan belalang dihalalkan.
  2. Darah juga diharamkan kecuali 2 darah yaitu hati dan limpa.
  3. Daging babi ; ini berlaku untuk semua yaitu kulit, daging, sumsum dsb. Ini dikuatkan oleh oleh hadist : “Sebenarnya Allah mengharamkan jual beli khamar, babi, dan arca termasuk lemak babi adalah haram”.
  4. Hewan-hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah (tanpa baca Bismillah), tapi jika lupa menyebut nama Allah tidak diharamkan karena niatnya tetap bukan untuk syirik (pengorbanan).
  5. Binatang yang mati karena tercekik.
  6. Binatang yang mati karena terbentur/dipukul.
  7. Binatang yang mati karena tertabrak.
  8. Binatang yang mati karena terjatuh.
  9. Binatang yang mati karena tertanduk.
  10. Binatang yang mati karena diterkam binatang buas. (semua itu kecuali yang masih sempat dipotong).
  11. Binatang yang dugunakan untuk persembahan.
    *Melakukan hal yang diragukan (seperti undian), islam mengganti dengan doa istikhoroh. Jika ada urusan yang meragukan atau merisaukan (sholat dua rekaat berdoa dan mengembalikan sepenuhnya pada pilihan Allah, dan dengan bertawasul memuji-muji Allah).

*Nikmat bisa di pahami dari 2 hal:
1.Dari sesuatu yang kita terima.
2.Dari sesuatu yang tidak kita terima.
Al Qobul fil ard : punya pengaruh luas karena karunia Allah.
Al fardhu wal fatho’ : nikmat yang tidak diberikan Allah pada kita / sesuatu yang tidak kita terima. Allah yang mengatur akan diberikan kenikmatan kapan, dimana dan di hal apa.
Tidak ada sesuatu keputusan Allah pada kita kecuali ada kebaikannya.

*Orang-orang kafir misi utamanya membuat orang-orang islam syirik pada Allah. Sejak turun ayat ini misi ini punah (putus asanya orang-orang kafir).

Maka jangan takut pada mereka dalam :
1. Perbedaan dengan mereka (misal dalam harta mungkin mereka lebih banyak)
2. Jangan takut dalam hal pertolongan
3. Jangan takut dalam hal keunggulan

*Orang-orang yahudi merasa surprise bahwa agama islam telah disempurnakan oleh Allah.
*Ibnu Jarir (seniornya Ibnu Kautsir) mengatakan: 81 hari setelah ayat ini diturunkan, Rasul meninggal. Dipahami oleh banyak orang ini sebagai ayat terakhir . Padahal dalam 80 hari tersebut masih ada wahyu-wahyu lain yang diturunkan. Dan ayat terakhir yang diturunkan Allah Qs Al Baqarah ayat 281, yang diturunkan di Arofah.
Peristiwa penting setelah ayat ini turun, hingga Umar menangis yaitu ; setelah ayat ini turun tidak ada lagi peluang penyempurnaan yang lain. Tidak ada wahyu-wahyu yang menyempurnakan lagi, jadi inilah ayat sebagai puncak kesempurnaan, setelah itu berada dalam proses penurunan/pengurangan tapi bukan penurunan pada materi tapi pada komitmen umat.

*Jika dalam kelaparan hal yang haram (dalam kondisi darurat) menjadi halal, dan Allah mencintai dalam hal dispensasinya/rukshohnya sebagai mana Allah benci kemaksiatannya. Jadi dalam kondisi darurat (misalnya makan bangkai) hukumnya bisa jadi wajib, dianjurkan atau hanya boleh saja. Cara makannya, cukup sebatas dapat menyembung kehidupan. Orang yang dalam kondisi rukshoh tidak dalam perjalanan maksiat atau rukhshoh tidak berlaku bagi yang bermaksiat dalam perjalanannya, yang dihalalkan bagi mereka adalah semua yang halal.
Jika mengambil rukhsoh berdampak kurang baik maka mengambil rukhsoh sebaiknya tidak dilakukan.

Ayat 4 :

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?. Katakanlah dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu latih dari apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat cepat perhitunganNya.

*Agar kita merasa nyaman perhatikan cara Allah menetapkan yang halal dan yang haram, sehingga kita bisa lebih sabar mensikapi yang halal dan yang haram.Karena Allah menetapkan yang halal itu sebenarnya jauh lebih banyak dari pada yang haram.

*Halal memakan binatang hasil buruan, misalnya hasil buruan dari binatang yang dilatih. Syaratnya saat melepas binatang itu harus membaca Basmalah (dengan di lafazkan).
Ketika binatang itu berburu (misal:anjing) tidak dicampuri/dibantu binatang lain. Binatang itu harus terlatih, yaitu dengan melihat ketika diperintah atau dilarang dia dimelakukannya.
Penjelasan2 tentang makanan ini untuk memutus peran syaiton, karena syaiton ikut menikmati makanan yang kita maka jika tidak disebut nama Allah. Yang tidak bisa dimasuki syaiton ketika makan adalah ketika berkumpul (makan bersama-sama).

Ayat 5:

"Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara perempuan – perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahimya, tidak dengan maksud berzina dan dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal mereka dan diakhirat dia termasuk orang-orang yang rugi”.


*Membahas surat Al Maidah berarti pembahasan tentang ayat-ayat yang diturunkan dalam kondisi umat islam (yang ketika diturunkannya) sudah dalam keadaan memiliki keimanan yang baik, sehingga surat ini berisi tentang hukum-hukum.

*Makanan Ahli Kitab halal baginya, binatang-binatang ternak yang disembelih Ahli Kitab dihalalkan. Oleh Ibnu Katsir ungkapan ini merupakan ijma’yaitu kesepakatan para ulama dan tidak diperdebatkan lagi perbedaannya.

*Makanan kita juga halal bagi Ahli Kitab

*Dihalalkan orang-orang beriman menikah dengan wanita-wanita beriman. Wanita beriman diistilahkan oleh Allah dengan sebutan mukhsonat (mukhsinin=laki-laki). Dibalik kata mukhsonat yang mengandung makna merdeka.
Juga dihalalkan menikahi Wanita Ahli Kitab tapi hal ini dimasa Rasullullah sebagai strategi dakwah bukan hawa nafsu.
Syaratnya harus ada mahar yang diberikan pada para wanita itu betul-betul atas pernikahan yang sah, bukan hubungan suami istri yang berstatus istri simpanan. Keduanya harus dalam standar akhlak yang baik. Ini dimaksud agar tidak terjadi ketidakseimbangan kualitas keimanan antara suami dan istri. Jika belum seimbang maka harus diseimbangkan dulu baru dinikahkan.

*Barang siapa yang kufur/ tidak menerima hukum - hukum islam, maka dihapus amal-amalnya, termasuk orang-orang yang merugi di akhirat.

*Ini adalah komitmen keimanan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

*Pergeseran keimanan karena terjadi penyelewengan komitmen, bisa menggugurkan amal yang sudah dilakukan, dan dia menjadi orang yang kufur. Orang yang kufur kelihatannya hidupnya sukses, mewah nampak mengagumkan padahal akhirnya berakhir dengan kerugian/musnah,kebinasaa.




Depok, 20 Juli 2009
RIS